Asal Usul & Legenda Danau Ranau
by ardy kurniawan (taruna tk III den 45 akademi kepolisian)
Menurut cerita, danau ini tercipta dari gempa besar dan
letusan vulkanik dari gunung berapi yang membuat cekungan besar. Sungai besar
yang sebelumnya mengalir di kaki gunung berapi itu kemudian menjadi sumber air
utama yang mengisi cekungan itu. Lama-kelamaan lubang besar itu penuh dengan
air.
Sekeliling danau ditumbuhi berbagai tumbuhan semak yang oleh
warga setempat disebut ranau. Maka danau itu pun dinamakan Danau Ranau. Sisa
gunung api itu kini menjadi Gunung Seminung yang berdiri kokoh di tepi danau berair
jernih tersebut.
Pada sisi lain di kaki gunung Seminung terdapat sumber air
panas dari dasar danau. Di sekitar danau ini juga dapat ditemui air terjun
Subik. Tempat lain yang menarik untuk dikunjungi adalah Pulau Marisa.
Pulau Marisa sebenarnya daratan yang terpisah dari kaki
Gunung Seminung karena genangan air danau. Di daratan yang luasnya tidak lebih
dari satu hektar itu terdapat pohon-pohon kelapa, dan pengunjung bisa sekadar
mampir untuk menikmati keindahan secuil daratan itu.
Danau Ranau memang memiliki pesona. Bagaimana tidak? Bekas
letusan gunung berapi tersebut seolah membentuk panggung alam nan elok. Gunung
Seminung menjulang 1.880 meter di atas
permukaan laut menjadi latar belakang dengan nuansa magis. Tebing dan barisan
perbukitan menjadi pagar pembatas panggung megah itu.
Hamparan sawah hijau berpadu dengan air Danau Ranau yang
biru seolah menjadi pelataran tempat berbagai jenis ikan berenang. Butir-butir
kopi yang merah seakan-akan menjadi pemanis keindahan itu. Keelokan itu menjadi
lengkap dengan bingkai indah pantai berpasir dan kerikil putih di sepanjang
tepian.
Kawasan Danau Ranau belum digarap dengan sungguh-sungguh.
Promosi pariwisata yang digalang Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering
Ulu, Sumatera Selatan, lewat Festival Danau Ranau belum memancing minat
investor secara maksimal. Promosi yang digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten
Lampung Barat lewat Festival Teluk Setabas pun hingga kini belum mendatangkan
investasi.
Danau Ranau dari sisi Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan
maupun Liwa, Lampung Barat, sama-sama indah. Wisatawan ingin kembali ke sana,
meskipun hanya berperahu atau sekadar menikmati deburan ombak. Pesona Danau
Ranau tetap mengundang keinginan datang kembali.
Pengunjung yang tidak suka berperahu bisa menghabiskan waktu
dengan beristirahat di penginapan. Di tepi Danau Ranau terdapat beberapa
penginapan, yakni Seminung Lumbok Resort, Kotabatu di Banding Agung, dan
cottage PT Pusri di Sukamarga.
Di kawasan wisata itu juga terdapat obyek tambahan bagi
pengunjung, yakni air panas dengan
kekhasan sendiri, karena mengalir langsung dari lubang-lubang di tebing. Air
panas yang mengandung kadar belerang cukup tinggi ini terletak di Desa Air
Panas di kaki Gunung Seminung. Lokasinya persis di seberang cottage milik PT Pusri
di Sukamarga. Perjalanan dengan perahu motor dari Sukamarga ke lokasi air panas
hanya sekitar 20 menit.
Pengunjung bisa datang kapan saja dan menikmati air panas
yang tak pernah habis mengucur dari perut bumi tersebut. Saat berperahu motor
di danau dengan tujuan air panas, pesona keindahan Danau Ranau pun begitu
terasa. Ombaknya tidak terlalu besar, airnya biru bening, dan pesona alam
sekelilingnya yang bergunung-gunung, niscaya memberi kesan mendalam bagi
pengunjung.
Air panas di tepian Danau Ranau mengucur langsung dari
celah-celah kaki Gunung Seminung. Ketika kaki dicelupkan ke aliran air
tersebut, rasa panas langsung menyengat. Pengunjung tidak sekadar mandi di air
hangat. Air panas itu dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit
kulit.
Bagi pengunjung yang tidak mandi, mereka bisa menikmati
keindahan danau di sekitar air panas dengan duduk-duduk di warung atau dermaga.
Sejumlah warung makanan terdapat di lokasi itu, berdampingan dengan kolam air
panas. Di warung-warung inilah dijajakan hasil alam Gunung Seminung, terutama
alpokat dan petai.
Legenda
Tempat wisata dalam wilayah Lampung Barat terletak di Desa
Lombok. Di sini telah dibangun daerah wisata terpadu meliputi hotel, tempat
penangkaran rusa dan lain-lain. Rumah penduduk juga dijadikan tempat menginap
wisatawan, sehingga mereka bisa merasakan tinggal di rumah panggung.
Penduduk sekitar danau menurutkan banyak kisah yang
menceritakan asal usul Danau Ranau. Meskipun secara teori ilmiah diyakini danau
ini terjadi akibat gempa tektonik, seperti Danau Toba di Sumatera Utara dan
Danau Maninjau di Sumbar, sebagian besar masyarakat sekitar masih percaya danau
ini berasal dari pohon ara. Konon, di tengah daerah yang kini menjadi danau itu
tumbuh pohon ara sangat besar berwarna hitam.
Konon masyarakat dari berbagai daerah seperti Ogan, Krui,
Libahhaji, Muaradua, Komering, berkumpul di sekeliling pohon. Mereka mendapat
kabar jika ingin mendapatkan air, harus menebang pohon ara tersebut. Masyarakat
dari berbagai daerah itu berkumpul dengan membawa makanan seperti sagon, kerak
nasi, dan makanan lainnya.
Persis saat akan menebang pohon, masyarakat kebingungan cara
memotongnya. Ketika itulah muncul burung di puncak pohon mengatakan warga harus
membuat alat berbentuk mirip kaki manusia. Mereka membuat alat menggunakan batu
dengan gagang kayu. Akhirnya pohon ara pun tumbang.
Dari lubang bekas pohon ara itu keluar air dan akhirnya
meluas hingga membentuk danau. Sementara pohon ara yang melintang kemudian
membentuk Gunung Seminung. Karena marah, jin di Gunung Pesagi meludah hingga
membuat air panas di dekat Danau Ranau. Sedangkan serpihan batu dan tanah akibat
tumbangnya pohon ara menjadi bukit di sekeliling danau.
Masih di sisi Danau Ranau, tepatnya di Pekon Sukabanjar,
berseberangan dengan Lombok, terdapat kuburan yang diyakini masyarakat sebagai
makam Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Makam keduanya terletak di kebun warga
Sukabanjar bernama Maimunah. Untuk menuju ke lokasi, selain naik perahu motor
dari Lombok, bisa juga dengan berkendaraan.
Menurut juru kunci kuburan, H Haskia, di sini terdapat dua
buah batu besar. Satu batu telungkup diyakini sebagai makam Si Pahit Lidah dan
satu batu berdiri sebagai makam Si Mata Empat. Si Pahit Lidah disebut sebagai
Serunting Sakti dari Kerajaan Majapahit. Karena dianggap nakal, Si Pahit Lidah
yang bernama asli Raden Sukma Jati ini oleh raja diusir ke Sumatera. Akhirnya,
dia menetap di Bengkulu, Pagaralam, dan Lampung.
Si Pahit Lidah memiliki kelebihan, yakni setiap apa yang
dikemukakannya terkabul menjadi batu. Akibatnya, Si Mata Empat dari India
mencarinya hingga bertemu di Lampung, tepatnya di Way Mengaku. Di Way Mengaku
keduanya saling mengaku nama. Lalu, keduanya beradu ketangguhan.
Salah satu yang dilakukan adalah memakan buah berbentuk
seperti aren. Ternyata buah aren itu pantangan bagi Si Pahit Lidah. Karena
makan, ia tewas. Sementara Si Mata Empat
yang mendengar kabar lidah Si Pahit Lidah beracun tidak percaya dan mencoba
menjilatnya. Akhirnya, dia pun tewas. Peristiwanya, menurut penuturan H Haskia,
terjadi di Pulau Pisang. Lalu, kuburannya ditemukan di pinggir Danau Ranau.